Senin, 08 November 2010

neokapitalisme obat,mungkinkah?



Globalisme merupakan hal yang mungkin paling dikejar-kejar di Indonesia saat ini. Tentunya seperti yang telah diketahui bahwa hal ini bisa membawa dampak baik maupun buruk, namun sayang hingga saat ini dampak buruklah yang terlihat jelas bila dilihat dari sudut pandang rakyat. Sebagai negara berkembang dengan penuh lilitan hutang, tentunya Indonesia tak perlu dihitung oleh para kapitalis untuk mengivestasikan usahanya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, mengapa? Justru karena status kita sebagai Negara berkembanglah penyebabnya, ada terlalu banyak peluang investasi tanpa regulasi ketat untuk pengusaha luar. Lihat saja bagaimana dalam ibukota kita dimana terdapat ratusan orang sangat miskin, namun sebaliknya mobil termewah didunia pun ada juga di kota ini. Dimana banyak sekali perusakan rumah tanpa surat disertai dengan apartemen yang tak kalah mewah dibanding di singapura. Inilah contoh bodoh yang bodohnya pula justru dibanggakan oleh orang kita sendiri. Banggakah kita tertawa menginjak muka orang setanah air kita sendiri?

Contoh konkrit adalah Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1994 tentang investasi masyarakat akan diperbolehkannya kepemilikan saham 100% penanam modal asing. Ini jelas-jelas sebuah lubang besar yang tak pernah ditutup oleh pemerintah. Tentunya perusahaan asing dengan modal super besar akan menginjak perusahaan dalam negeri hingga tak lagi mampu bersaing, dan bukan tak mungkin pula akan membuat rakyat kita sendiri justru lebih mempercayai produk luar dibanding dalam negeri. Bukan berarti saya pesimis ataupun takut bersaing dengan perusahaan luar, namun kekuatan yang terlalu jauh dan tekanan kepada rakyat kecil sebagai kontraproduktif perdagangan bebas membuat perusahaan dalam negeri semakin terpuruk.

Secara tak sadar dunia kedokteran pun terpleset ke dalam kurang ini, dan lubang terbesar yang dijadikan proyek oleh para penjahat ekonomi ini adalah dari segi obat. Banyak sekali contoh dokter-dokter bodoh pencari harta yang mau saja disuap oleh perusahaan obat asing untuk meresepkan obatnya kepada pasien. Ibaratnya adalah seperti kuda kelaparan yang diumpankan wortel tepat didepan mukanya, hingga kuda itupun lari tanpa arah dan terus mengeluarkan liurnya. Tanpa sadar sang dokter sudah membantu menanam kuku perusahaan asing semakin dalam ke tanah Indonesia dan memperpuruk perusahaan negeri, padahal jelas-jelas obat generiklah yang paling efisien dan diperlukan oleh rakyat kita.

Mari buang jauh-jauh pikiran bahwa dokter itu seharusnya kaya dan mapan dalam pikiran kita. Indonesia masih terlalu butuh kejujuran dan ketulusan kita dibanding sejulah uang yang ditawarkan perusahaan obat asing, serta mari perkuat berdirinya perusahaan obat dalam negeri, bila bukan dokter Indonesia yang melakukannya, maka siapa lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar