Senin, 01 November 2010

obat mahal lebih baik??

Tentunya kita semua sebagai makhluk yang “pasti pernah sakit” ingin mendapat perlakuan dan pengobatan yang terbaik dan tepat, dan itu semua dipercayakan kepada dokter. Dokter tidak hanya dianggap sebagai orang yang berprofesi menyembuhkan dan mencegah penyakit, namun kadang dianggap juga sebagai tokoh masyarakat. Mereka benar-benar percaya, patuh, dan hormat pada tiap kata-kata yang terlontar dari dokter, dan itu semua adalah fakta yang belum hilang dan masih berjalan sampai sekarang. Salah seorang dosen saya bahkan pernah berkata bahwa dokter itu kebal hukum, karena fakta di masyarakat adalah pasien dan keluarganya benar-benar berterima kasih atas jasa dokter, bahkan walaupun sang dokter telah gagal mengobati pasien, atau justru memperburuk dan memperparah keadaan. Seakan menyalahkan dan menuntut dokter itu adalah hal yang mustahil, karena dialah orang berjasa menyelamatkan nyawa dan taraf hidup manusia. Masalahnya adalah benarkah tiap dokter seperti itu? Benarkah mereka benar-benar berusaha sekuat tenaga dan sepenuh hati menolong sesama?
Saat saya sedang berjaga dangan salah satu dosen saya yang tentunya juga dokter, salah seorang pasien di praktek beliau pernah bertanya kepada dosen saya mengapa obat yang diresepkan dosen saya itu mahal, dosen saya justru menjawab “Nek ra larang yo ora mari-mari bu!”(Kalau tidak mahal ya tidak sembuh-sembuh bu!), saya benar-benar tersentak saat itu, karena saya tahu bahwa obat yang diberikan adalah obat paten dengan harga mahal, dan tidak ada sulitnya bagi dosen saya itu untuk menjelaskan ataupun menawarkan obat generik yang harganya jauh dibawah harga obat paten tersebut, namun karena saya hanya murid dan tidak ingin menjelekan dosen saya didepan pasiennya maka saya memilih tutup mulut, dan saya sadar bahwa saat itu saya secara tidak langsung menjadi orang munafik yang hanya berani bicara dibelakang.
Dokter tidak pernah lepas dari obat, dokterlah yang berwenang menentukan obat bagi para pasiennya, dan sebagian besar pasien pasti menurut apapun yang diputuskan sang dokter, apapun! baik itu terjangkau ataupun tidak bagi si pasien.
Pernahkah anda mendapat lebih dari 3 jenis obat dari resep dokter? Tahukah anda untuk apa saja obat itu? Bertanyakah anda kepada sang dokter apa saja obat yang diberikan dan apa saja kegunaannya? Bila ya, maukah sang dokter menjelaskan panjang lebar tentang masing-masing fungsinya, cara minumnya, kontra indikasinya, dll? Itu adalah hak pasien! Anda berhak mengetahui dan menentukan obat apa saja yang anda terima, sayangnya yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya.
Tentunya anda pernah mengalami demam dan menerima obat antibiotik dari dokter, berapa harga yang harus anda keluarkan untuk membeli obat tersebut? bertanyakah anda ke dokter? Saya menanyakan ini kepada anda para calon dan mantan pasien karena saya tidak ingin anda sampai tertipu. Saya akan memberi contoh obat antibiotik ciprofloxacin, obat ini adalah antibiotic broad spectrum yang bisa membunuh banyak bakteri penyakit, dan tahukah anda berapa harga obat ini? sebutir harganya adalah Rp. 300,-, dan tahukah anda berapa harga yang paten? Sangat bervariasi, mulai dari Rp. 1000; Rp. 1500; Rp. 3000; Rp. 5000; Rp. 10.000; Rp. 15.000; bahkan Rp. 30.000, itu hanya sebutir. Sebagai orang awam tentunya kita berpikir yang lebih mahal tentu lebih baik bukan? Saat ini saya ingin menjelaskan bahwa isi dan fungsi dari obat itu adalah SAMA. Dan bila dokter anda berkata bahwa obat paten itu bisa menyembuhkan lebih baik, itu adalah kebohongan besar, karena hasil yang muncul tidaklah jauh berbeda. Obat paten itu bisa mencapai berkali-kali lipat harga generik adalah karena brand mereka. Lalu mengapa dokter harus meresepkan obat paten? Salah satu sebabnya adalah karena “kenakalan” kerjasama antara perusahaan obat paten tersebut dan dokter yang ditawari, sebagai gantinya dokter yang meresepkan obat mereka akan mendapat imbalan sejumlah uang yang tentunya tidak sedikit ataupun berbentuk barang bernilai mahal. Sebenarnya terdapat peraturan yang mengatur seputar kerjasama antara perusahaan obat dan dokter agar tidak sampai merugikan pasien, namun peraturan ini cukup sulit dideteksi bila ada yang melanggar, ini disebabkan oleh terlalu banyaknya perusahaan obat dan dokter yang bekerjasama dan hampir tidak mungkin memeriksa semuanya.
Saya menyimpulkan ada yang salah dengan dunia medis sejak dulu hingga sekarang, baik dari segi dokter yang dengan bebas memilihkan obat bagi pasiennya, ataupun dari segi pasien yang menurut saja dengan obat apa yang dipilih dokternya karena ketidak tahuan mereka. Sistem ini perlu diatur dan dipertegas, karena hal ini dapat memperpuruk bangsa kita yang makin miskin serta merusak citra dokter sebagai tokoh masyarakat.

1 komentar:

  1. setuju banget! sudah sepantasnya dokter tidak mengambil keuntungan dari penderitaan pasien..

    BalasHapus